Balikpapan – Kamis (19/05) siang terasa cukup panas ketika itu. Matahari baru saja melintas di pertengahan garis edarnya. Tak tampak awan pelindung di langit. Langkah kaki saya kembali mengantarkan ke masjid besar di pondok pesantren al Mujahidin. Sebuah lembaga pendidikan yang sudah berusia 40 tahun. Cukup dewasa untuk ukuran umur manusia.

Kali ini, saya menghadiri acara “akhirussanah” bagi siswa yang berada di kelas 9. Setara kelas 3 SMP kalau jaman dulu. Memasuki teras masjid terlihat ratusan siswa berseragam batik biru dan bawahan warna putih sudah berada di dalam. Mereka duduk berbaris rapi dalam kelompok putra dan putri. Sementara di bagian depan duduk sejumlah guru kelas 9 bersama pimpinan pesantren.

Nampaknya saya sedikit terlambat hadir ke tempat acara. Kepala SMP Muhammadiyah 3 al Mujahidin, Juhriansyah, sedang memberi sambutan saat kaki ini melangkah masuk masjid. Saya pun segera mengambil tempat di bagian depan dan duduk menghadap santri putra. Beberapa santri putra tersenyum menyambut kehadiranku. Memang setahun terakhir saya mendapat amanah sebagai salah satu wali asuh kelas 9 putra.

“Jadi tidak ada yang namanya perpisahan. Ini hanya mengantar kalian lanjut ke jenjang sekolah berikutnya. Kalau bisa ya lanjut di pondok ini lagi agar ilmu agama, umum dan kemandiriannya semakin mantap,” ujar sang kepala sekolah.

Menurut Juhriansyah, kondisi pandemi Covid-19 cukup menghambat proses belajar mengajar di pesantren. Karena pola pembelajaran jarak jauh jelas berbeda dengan tatap muka langsung. Apalagi pesantren ini menerapkan kurikulum agama dan umum secara terpadu. Terutama pada praktek pembelajaran seperti sholat, wudhu maupun hafalan al Qur’an.

“Kami tentu inginnya kalian melanjutkan kebiasaan di pondok saat berada di manapun. Jadi jangan sampai lupa. Sholat tepat waktu. Ngajinya juga. Hafalan yang ada kalau bisa nambah jangan malah kurang,” tuturnya lagi.

Usai kepala SMPM-3 memberikan sambutan giliran perwakilan guru yang maju. Tampak seorang ibu berkacamata yang menuju mimbar. Beliau adalah guru senior yang mengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia. Saya pun termasuk salah satu murid beliau saat masih jadi santri pada tahun 1995. Artinya ibu bernama lengkap Jaleha Tampubolon ini mungkin sudah mengabdi di pesantren lebih dari 25 tahun.

“Saya secara pribadi dan mewakili guru lainnya meminta maaf apabila ada salah kata dan perbuatan selama mengajar kalian. Percayalah tidak ada maksud berbuat kasar saat mengajar. Saya ingin kamu semua jadi orang mandiri yang punya ilmu agama. Karena itu bekal hidup,” ujarnya singkat.

Acara puncak “akhirussanah” SMPM-3 di pesantren al Mujahidin ini diisi dengan tausiyah pimpinan pondok. Ustadz Mas’ud Asyhadi, Lc yang langsung mengisi dalam kesempatan ini. Di hadapan santri, beliau mengingatkan pentingnya ilmu agama untuk mencapai kesuksesan dalam hidup. Karena banyak orang hari ini menganggap sukses itu hanya dari segi harta dan jabatan.

Pimpinan Pondok, KH. Mas’ud Asyhadi saat memberikan tausyiah.

“Jadi tidak banyak yang menjadikan agama sebagai pegangan. Ini harus kita perbaiki bersama. Baik guru maupun santri perlu kerjasama. Guru yang mengajar dengan amanah. Lalu ada santri yang belajar dengan semangat,” tuturnya kepada santri.

Ustadz Mas’ud berharap kepada para santri agar terus mampu menjaga kebiasaan baik selama belajar di pesantren. Mengingat kegiatan selama jadi santri baru sebatas proses pelatihan. Sementara praktek nyata berada di kehidupan luar. Yakni mulai lingkungan rumah hingga tetangga sekitarnya.

“Desain pembelajaran pondok kita dan juga pondok di mana saja itu 6 tahun. Jadi kalau 3 tahun baru setengah jalan. Harusnya belajar di pondoknya sampai akhir. Ibarat buah di pohon belum sampai buah yang hampir matang. Tapi mentahnya udah lewat,” tambahnya lagi.

Acara yang sederhana ini pun berakhir. Pihak panitia memberikan komando pada para santri untuk berfoto bersama. Ada dua kursi berada tepat di depan spanduk acara. Pimpinan pondok dan kepala SMPM-3 yang duduk di situ. Kemudian para santri putra dan putri berganti mengikuti sesi foto tersebut. Saya pun beranjak ke luar masjid untuk berwudhu. Tak seberapa lama waktu ashar pun tiba. (FAD)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *