“Mulut kasar gak ngaruh sama perilaku!”
What a horrible statement! Aku tak habis pikir, kualitas calon penerus bangsa kian hari semakin mengalami penurunan. Indonesia memiliki beragam bahasa daerah, tak kalah juga dengan bahasa kasar yang semakin beragam bentuk. Anak bangsa sedang kritis. Tanpa sadar telah diperbudak oleh globalisasi. Virus telah menginfeksi jasmani dan rohani. Terlalu banyak persepsi dari berbagai sisi. Tak memberi solusi. Tak kunjung juga mendapat perubahan pasti. Kesedihan sebagai anak bangsa turut aku rasakan. Tatkla bertemu dengan anak bangsa yang lain, namun yang kudapati hanyalah perkataan memaki. Aku belum berhenti. Karena kontribusi bukan hanya soal edukasi. Membuat orang membeo pun bisa jadi.
Hari ini, mari kita berbincang lagi. Bagaimana menurutmu tentang pembahasanku? Apa yang begitu menarik sehingga kamu mengeluarkan effort untuk membaca tulisanku? Apa kamu merasakan hal yang sama? Atau jika kamu melakukan perbuatan ini, kamu tersinggung? Apakah hal ini bertentangan denganmu?
Kamu tau gak? Baru-baru ini, dunia media sosial cukup ramai dengan cuplikan video anak-anak yang berkata kasar. Bukannya menegur atau kontra dengan cuplikan tersebut. Netizen malah ramai memberikan thumbs up untuk perbuatan tersebut. Seakan bangga dan tertawa di atas keterpurukan moral ini. Apa kamu salah satunya?
Ketidakberpihakanku bukan tanpa alasan. Bayangkan saja, kamu mendengar anak yang berkata kasar kepada temannya di lingkungan tempat tinggalmu. Risih dan malu. First impression ketika mendengar hal itu adalah, “Anak siapa sih ini?” “Sekolah dimana sih?”. Lalu, kemudian menegurnya. Namun, hal ini hanya akan terjadi jika kamu berada di pihakku. Kebanyakan dari kamu akan berkata, “Ampun bang jago” atau perkataan lain yang konotasinya setali tiga uang dengannya. Sama hakekatnya dan tak jauh beda! Karena sama untuk dijadikan bahan candaan.
Terlebih lagi, selebgram yang mengatasnamakan dirinya influencer. Meng-influence dengan cara yang salah. Pengguna media sosial saat ini tak terbatasi oleh umur. Seharusnya dapat menjadi pertimbangan. Berkata kasar sudah menjadi identitas. Bad news, untuk anak yang masih dalam tahap suka meniru.
“Kata kasar bisa kok mempererat hubungan pertemanan”
Beruntunglah kamu yang persahabatannnya dikelilingi oleh good circle. Tak ada kata kasar. Hanya ada pujian, saran, dan kritik secara diam-diam. Saling menasehati untuk kebenaran dan saling menasehati untuk kesabaran. Berbeda pula jika kamu dikelilingi oleh persahabatan yang notabene berorientasikan dunia. Mungkin mereka bisa menjadi musuhmu pada hari akhir kelak. “Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa” (Q.S Az-Zukhruf :67). Di dunia, kamu susah senang bersama. Melakukan hal tak berguna pun bersama. Membuat panggilan khusus seperti “nyet” agar akrab. Wallahi, tak akan memberi keuntungan sama sekali perilakumu itu.
Kamu sekarang pasti sedang berperang dengan dirimu. Ingin membenarkan tulisanku. Namun juga ingin menyalahkannya dengan berbagai alasan. Kali ini tundukkanlah egomu sejenak. Berikan ruang untuk dirimu merenungi hal ini. Bukankah lebih bermanfaat model persahabatan seperti itu?
“Mulutku kasar tapi hatiku baik”
Ibnul Qayyim rahimahullaah berkata, “Orang yang busuk akan terpancar dari hatinya kebusukan melalui lisan dan anggota badannya, sedangkan orang yang baik akan terpancar kebaikan dari lisan dan anggota badannya pula”. [Zaadul Ma’ad, jilid 1 hal. 68]
Fyi, kita dapat mengukur seseorang dari cara berbicaranya. Dan ucapan seseorang itu mampu menjadi tolok ukur kehidupannya. Dari segi lingkungan maupun pendidikan. Dari cara berbicara, kamu mampu menentukan pola pikir, inteligensi, serta perilakunya. Kejamnya lisan mampu membunuh insan. Lidah yang tak bertulang mampu membuat tumbang.
Aku tak menggubris banyaknya penelitian yang mengatakan terdapat sisi positif dari bahasa kasar. Menurutku itu hanyalah segelintir manfaat dari banyaknya mudharat. Tak akan berguna. Karena manusia sendiri, pasti selalu akan mencari pembenaran yang semu.
“Bismillah, aku mau berubah, semoga Allah bantu agar mudah”
Kawan, seorang penuntut ilmu tak layak baginya berkata kasar. Pernahkah dirimu mendengar kata jihad? Jihad sebenarnya memiliki cakupan yang luas. Adapun jihad yang paling utama adalah jihad melawan hawa nafsu. Pelajaran itu aku dapatkan dari guruku di sekolah. Jika kamu meresapi hal tersebut dan berusaha mengamalkannya. Tuntaslah pembahasan kali ini. Tentunya, aku meyakini bahwa bahasa kasar ini adalah salah satu jihad melawan hawa nafsu. Menahan diri untuk tak berbuat hal tercela tersebut. “Berkata baik atau diam”. Perkataan yang mampu menyayat hati itu ibarat sebuah batu yang dilemparkan ke laut. Mudah melemparnya. Namun, kamu tak pernah tau sedalam mana batu itu tenggelam. Entah itu dalam bentuk ketikan jarimu di keyboard handphone atau perkataanmu secara langsung.
Kawan, jika selama ini dirimu masih berkata kasar. Mari cukupkan sampai di sini saja. Saatnya kamu melakukan perubahan. Tak sulit membuat bahagia orang-orang, terlebih orangtuamu. Tutur kata dan perilaku yang baik harus diutamakan. Meski sulit, yakinlah bahwa kamu pasti bisa membiasakan. Perlahan namun pasti. Perang dengan diri sendiri masih belum usai. Belum saatnya kamu mengangkat bendera putih tanda kekalahan. Selama kita masih hidup, kita harus tetap berjuang. Istirahat yang sesungguhnya ketika kita sudah sampai di Surganya Allah.
Sekali lagi teruslah berjuang. Jangan sampai tumbang oleh lidah yang tak bertulang! Ingatlah bahwa masa depan ada di pundak kita. “Subbanul yaum, rijalul ghad”. Pemuda hari ini adalah pemimpin esok hari. Sadarlah wahai calon penerus bangsa! Di tangan kitalah masa depan karakter bangsa. Kalau kata netizen give away, “never surrender”. Semangat!
Ditulis Oleh : Andi Rezti Maharani