Selasa (28/06) siang itu. Jajaran awan tampak berarak di langit tapi tidak sampai berubah mendung. Langkah kakiku sampai di halaman parkir pesantren al Mujahidin. Waktu menunjukkan pukul 2 lewat saat menginjakkan kaki di dekat pos satpam. Sudah ada beberapa orang sedang duduk. Mereka menunggu bus jemputan yang sama denganku. Tampak juga dua alat marching band berukuran besar hadir di situ.
“Disampaikan kepada suporter al Mujahidin jam 14.30 kumpul di lapangan. InsyaAllah jam 15.00 sudah start,” ujar Rimun, Sekretaris pesantren al Mujahidin. Begitu bunyi pengumuman lewat grup Whatsapp yang kuterima. Sore ini ternyata merupakan jadwal pertandingan penutup Liga Santri piala Kasad di Balikpapan.
Final kali ini mempertemukan pesantren al Mujahidin dengan Bairuha yang berhasil mengandaskan lawan masing-masing di semifinal. Bairuha berhadapan dengan Asy Syifa. Sedangkan al Mujahidin bertemu Hidayatullah. Kedua tim ini juga sempat berjumpa di babak penyisihan grup. Ketika itu al Mujahidin menang dengan skor tipis 1-0.
Sudah berulang kali sebenarnya ajakan menonton laga al Mujahidin di Liga Santri kuterima. Baik secara langsung pas ketemu di masjid atau lewat pesan WA. Sedari penyisihan hingga semifinal memang belum sempat menonton santri al Mujahidin bertanding. Tapi waktunya yang memang belum pas. Akhirnya sampai masuk final baru bisa ikut.
Waktu menunjukkan pukul 15.00 siang. Bus yang mengangkut rombongan suporter mulai menapak aspal menuju lokasi pertandingan. Sekitar pukul 15.30 bus mampir di masjid al Muna yang berada di tepi laut. “Kita sholat ashar di sini. Tempat bertanding tinggal 5 menit dari sini,” ucap Rimun, yang juga menjadi koordinator suporter al Mujahidin.
Tepat pukul 15.40 adzan ashar berkumandang. Aku beranjak dan ikut antri berwudhu bersama jamaah lainnya. 10 menit berikutnya muadzin mengumandangkan iqomah sebagai penanda sholat bermula. Usai sholat kami pun menuju ke bus. Bus kembali melaju menuju lokasi pertandingan. Benar saja sekitar 5 menit di jalan raya kami tiba di Stadion Sudirman yang berada di komplek Kodam VI/ Mulawarman.
Memasuki area stadion, kami menempati tribun barat. Sementara suporter Bairuha berada di tribun timur. Para pendukung dari kedua pihak terus berdatangan. Laga final ini ternyata cukup menjadi magnet yang menarik penonton. Pertandingan pun dimulai usai seremoni penutupan. Kedua kelompok suporter terus saja menyanyikan lagu dukungan untuk tim masing-masing.
“Mana ini tim yel-yel al Mujahidin. Kita kalah yel-yel sama suporter Bairuha,” tulis Rimun di grup WA. “Suporternya kalah banyak pak,” timpal Achmad Firmansyah, salah seorang staf pengajar. “Seimbang aja bro,” jawab Rimun lagi. Perkiraanku sendiri hampir seribu orang hadir memadati Stadion Sudirman sore itu.
Tidak ada perbedaan skor ketika wasit meniup peluit mengakhiri babak pertama. Pertandingan mulai memanas ketika tim Bairuha berhasil unggul lewat tendangan penalti di menit 75 babak kedua. Itu terjadi setelah salah satu pemain al Mujahidin menyentuh bola di kotak terlarang. Suporter mereka terus saja menyanyikan lagu mendukung tim kesayangannya. Namun sekejap kemudian suasana berubah di tribun barat tempatku duduk. Suara riuh gembira menggema saat tim al Mujahidin berhasil menyamakan kedudukan beberapa menit berselang.
Pemandangan menarik terjadi ketika suporter dari Hidayatullah menggabungkan diri ke al Mujahidin. Mereka hadir untuk pertandingan perebutan tempat ketiga melawan pesantren Asy Syifa. Ternyata kelompok suporter ini tidak langsung pulang setelah timnya memenangkan pertandingan. Melainkan tetap bertahan dan menonton laga final.
“Apa boleh gabung ke situ,” ujar salah satu suporter. Kami pun mengiyakan dan mempersilahkan mereka bergabung dengan suporter al Mujahidin. Jadilah suara dukungan tambah membahana. Saling berbalas lagu dukungan pun terjadi. Hingga wasit meniupkan peluit panjang skor 1-1 tidak berubah. Penentuan pemenang akhirnya melalui babak adu tendangan penalti.
Waktu sudah menunjukkan pukul 18.05 ketika adu penalti bermula. 5 penendang dari kedua tim bersiap. Satu persatu pemain menunaikan tugasnya. Satu penendang dari tim Bairuha gagal setelah tendangannya menerpa mistar gawang. Sementara 5 penendang tim al Mujahidin sukses menghasilkan skor. Jadilah skor 6-5 mengakhiri laga final Liga Santri 2022. Tim al Mujahidin menjadi kampiun juara.
“Alhamdulillah menang adu penalti,” tulis Firmansyah sambil menyertakan foto penyerahan tropi juara. Ucapan selamat pun mengalir di grup WA para guru pesantren al Mujahidin. Bahkan peserta liga santri lainnya juga turut menyampaikan selamat. “MasyaAllah al Mujahidin. Semangat. Allah ridho terhadap orang-orang yang jujur,” tulis perwakilan pesantren Ahlussuffah yang diteruskan salah seorang official al Mujahidin.
Bahkan perwakilan Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Balikpapan juga turut mengomentari kemenangan al Mujahidin. “Liga santri dimenangkan oleh para santri yang tidak diperhitungkan sebagai santri. Karena memang banyak alumni santri yang tidak menyangka bahwa santri yang menang tersebut tidak diperhitungkan. Kita patut bangga. Itulah yang benar santri kita. Harapan masa depan persyarikatan,” tulis Arif Suprapto, salah seorang pengurus PDM Balikpapan.
Bagiku laga yang berakhir bertepatan adzan Maghrib ini bukan sekedar persoalan menang kalah. Kehadiran alumni dan santri al Mujahidin yang sedang libur akhir semester menjadi poin tersendiri. Mereka hadir memenuhi stadion. Bahkan menjadikan stadion sebagai tempat silaturahmi sekaligus reuni. Tanpa harus membuat jadwal dan tempat acara secara khusus untuk bertemu.
Sebuah pertandingan sepak bola saja bisa menjadi ajang reuni bagi kami sesama alumni. Maklum pesantren ini tempatku menuntut ilmu 20 tahun yang lalu. Bahkan alumni yang jauh di bawahku pun turut hadir. Aku teringat ucapan Kepala SMP Muhammadiyah 3 al Mujahidin, Juhriansyah, saat memberi sambutan acara “akhirussanah” bagi siswa yang berada di kelas 9 beberapa waktu lalu.
“Jadi tidak ada yang namanya perpisahan. Ini hanya mengantar kalian lanjut ke jenjang pendidikan berikutnya. Di pondok ini kami ajarkan ilmu agama, umum dan kemandiriannya agar kalian semakin mantap,” ujar sang kepala sekolah. Terbukti alumni yang hadir tak lupa menyapa dan menyalami para guru yang turut menonton pertandingan.
Acara penyerahan tropi pun berakhir. Rombongan kami beranjak meninggalkan lokasi pertandingan. Sejumlah suporter dari tim Bairuha menyalami kami tepat di pintu masuk. Ada juga suporter Hidayatullah yang mengucapkan salam perpisahan saat mereka mengaspal pulang ke pesantren. Ok itu saja cerita kami. Intinya tetap jaga diri dan keselamatan agar selamat sampai ke rumah. Teruslah berilmu dan beramal. Salam tangguh. (*/habis)